Sejarah Pacu Jalur Kuansing: Warisan Budaya yang Mendunia Senin, 15/07/2024 | 21:55
Oleh: Fitrah Dayun/transriau.com
Pacu Jalur adalah sebuah tradisi budaya yang berasal dari Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Provinsi Riau, Indonesia. Tradisi ini merupakan lomba dayung perahu yang memiliki nilai sejarah, budaya, dan sosial yang mendalam bagi masyarakat Kuansing.
Tradisi Pacu Jalur dimulai pada abad ke-17 sebagai peringatan hari besar Islam dan bentuk syukur atas hasil panen yang melimpah. Awalnya, kegiatan ini diadakan oleh para petani sebagai bentuk hiburan setelah musim panen selesai. Namun, seiring berjalannya waktu, Pacu Jalur berkembang menjadi ajang kompetisi yang melibatkan banyak desa di sepanjang Sungai Kuantan.
Perahu yang digunakan dalam Pacu Jalur disebut "jalur". Jalur dibuat dari batang pohon yang besar, umumnya pohon meranti atau kayu yang kuat lainnya. Panjang jalur bisa mencapai 25 hingga 40 meter dengan kapasitas hingga 60 orang pendayung. Setiap jalur dihias dengan ornamen khas dan diberi nama yang mencerminkan harapan atau doa dari pemiliknya.
Proses pembuatan jalur memerlukan keterampilan khusus dan dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat desa. Pembuatan jalur dimulai dengan pemilihan pohon yang akan ditebang, kemudian diukir dan dibentuk menjadi perahu. Setelah itu, jalur dihias dan diberkati melalui serangkaian upacara adat.
Pacu Jalur biasanya dilaksanakan pada bulan Agustus, bertepatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia. Lokasi lomba berada di Sungai Kuantan, yang menjadi pusat kegiatan selama festival berlangsung. Setiap desa mengirimkan satu atau lebih tim untuk berkompetisi. Lomba ini menarik perhatian ribuan penonton dari dalam dan luar negeri.
Pacu Jalur tidak hanya sekedar lomba dayung, tetapi juga simbol solidaritas dan persatuan masyarakat Kuansing. Tradisi ini menjadi sarana untuk mempererat hubungan antar desa serta mempromosikan nilai-nilai kebersamaan, kerja keras, dan sportivitas. Selain itu, Pacu Jalur juga menjadi daya tarik wisata yang penting bagi daerah Kuansing, memberikan dampak positif pada perekonomian lokal.
Pada tahun 2013, Pacu Jalur diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Upaya pelestarian terus dilakukan oleh pemerintah daerah dan masyarakat untuk memastikan tradisi ini tetap hidup dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Pacu Jalur adalah cerminan kekayaan budaya Indonesia yang harus dijaga dan dilestarikan. Melalui festival ini, kita dapat merasakan semangat kebersamaan dan kekayaan tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang kita.
Ekspedisi PWI Riau ke Kuansing Nikmati Pacu Jalur
Tim ekspedisi PWI se Riau yang melakukan kunjungan ke Kabupaten Kuantan Singingi dalam rangka Hari Pers Nasional (HPN) tingkat Provinsi Riau tahun 2024, Sabtu (8/6/2024) mendapat kesempatan langsung melihat jalannya perpacuan jalur Kecamatan Pangean di Tepian Rajo.
Sebanyak 104 buah jalur berusaha menjadi yang tercepat ditengah ribuan penonton yang datang menyaksikannya.
Para awak media dari cetak dan elektronik yang datang ke Kuansing itu, terlihat ikut menikmati jalannya perpacuan jalur. Mereka ikut bersorak sorai, memberikan semangat dari tepian batang kuantan tak kala, dua buah jalur terlihat berpacu secara ketat.
Sebagai seorang jurnalis, momen yang jarang mereka saksikan itu pun diabadikan melalui handphone maupun kamera yang mereka bawa. "Memang tradisi pacu jalur ini luar biasa. Pantas saja dia masuk top 10 besar kharisma even Nusantara," kata Ketua HPN Tingkat Provinsi Riau H Fitriadi Syam.
Selain datang ingin melihat langsung tradisi pacu jalur Kuantan Singingi ini, lanjut Fitriadi Syam, mereka juga akan menyiapkan tulisan dan foto-foto menarik tentang tradisi pacu jalur Kuantan Singingi yang menjadi fokus liputan yang di lombakan dalam HPN tahun 2024 ini.
"Mudah-mudahan ini bermanfaat. Menambah pengetahuan kami sebagai jurnalis dari PWI Riau tentang tradisi Kuantan Singingi ini. Dan mudah-mudahan kawan-kawan bisa melihat dari segala sisi," ujar Fitriadi.
Sementara itu, Bupati Kuansing Dr H Suhardiman Amby MM sangat respon dan apresiasi dipilihnya Kuansing sebagai tuan rumah dan tradisi pacu jalur diangkat sebagai tema lomba. Bupati Suhardiman menjelaskan secara ringkas tentang tradisi budaya pacu jalur Kuansing ini.
Memang, tradisi pacu jalur Kuantan Singingi adalah ikonik, pariwisata unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi bahkan Riau. Sekarang, tradisi yang sudah berusia seratus tahun lebih itu, sudah masuk menjadi kalender pariwisata nasional.
Sekarang pacu jalur Kuantan Singingi sudah masuk tujuh besar Kharisma Even Nusantara (KEN) Pariwisata Indonesia. Pemkab berharap, pacu jalur terus menggema, dan bisa tahun ini masuk tiga besar KEN Pariwisata Indonesia.
Karena itu, pemkab dalam berbagai pertemuan terus mensosialisasikannya ke masyarakat dan tamu-tamu dari luar Kuansing. Suhardiman berharap, dengan kedatangan tim ekspedisi PWI se Riau dan Kuantan Singingi menjadi tuan rumah, bisa membantu mensosialisasikan pacu jalur dan berdampak positif bagi Kuansing.
Dalam pertemuan itu, Suhardiman pun menjanjikan bonus satu orang umroh bagi pemenang terbaik dari lomba Raja Ali Kelana di Kuansing. "Untuk lomba Jurnalistik Ali Kelana, saya siapkan umroh bagi satu pemenang terbaik, " ujarnya yang disambut seluruh awak media yang hadir.
Usai melakukan ramah tamah dengan bupati Kuansing, tim ekspedisi dibawa PWI Kuansing melihat proses pembuatan jalur baru Desa Kampung Baru Sentajo Kecamatan Sentajo Raya. Disini, tim ekspedisi mendapat penjelasan yang gamblang dari pj Kepala Desa Kampung Baru Sentajo Mashuri bersama perangkat, ketua jalur, tukang jalur dan ninik mamak serta masyarakat desa. ***